Minggu, 28 Agustus 2011

MASJID AGUNG GUMELEM SUSUKAN

  Lokasi Desa Gumelem Wetan dan Desa Gumelem Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara. Masjid Besar Kauman atau Masjid At Taqwa dibangun pada tahun 1670 oleh Nur Daiman (Anak dari Nur Sulaiman; yang membangun Masjid Agung Banyumas). Bangunan utama ditopang 4 saka guru yang berpenampang bulat. 12 tiang terdapat disekeliling saka guru. Keunikan dari Masjid At Taqwa adalah umpak yang berbentuk bejana, terbuat dari batu andesit. Di atas mihrab terdapat inskripsi dengan huruf arab pegon, tertulis pada usuk. Inskripsi serupa juga terdapat di atas pintu utama, namun menggunakan huruf jawa .


MESKIPUN dari si­si kemegahan ba­ngunan banyak yang menga­lah­kan, keberadaan Masjid Jami At Takwa atau yang se­ring disebut Masjid Agung Gumelem, Kecamatan Su­sukan tidak akan dilupakan orang. Selain berperan besar da­lam pengembangan agama Islam di Banjarnegara, masjid berukuran 12x20 meter yang berada di Dusun Kauman me­miliki sejumlah keunikan. Meski telah berusia lebih dari 300 tahun dan pilar-pilar uta­manya belum pernah di­ganti, namun hingga kini ma­sih berdiri kokoh. Dalam ba­ngunan utama terdapat empat sa­ka guru berpenampang bu­lat, sedang di sekelilingnya sa­ka guru terdapat 12 tiang ma­sih belum lapuk dimakan usia. Kesemuanya masih berdiri te­gak pada umpak sebagai alas ber­bentuk bejana atau periuk yang terbuat dari batu andesit.


Di atas mih­rab terdapat in­kri­psi dengan hu­ruf arab pegon yang ditulis pada usuk. Inkripsi serupa juga ter­da­pat di bagian atas pintu utama masjid, namun meng­gu­nakan huruf jawa. Sedang arti dari tulisan tersebut belum diketahui.

Karena itu, tidak menghe­ran­kan kalau bangunan yang didirikan sekitar tahun 1670 oleh Nur Daiman, adik kandung dari Nur Sulaiman yang membangun Masjid Nur Su­lai­man Banyumas termasuk da­lam aset bangunan cagar bu­daya di Kabupatan Ban­jar­ne­gara dan dilindungi oleh Dinas Pa­riwisata dan kebudayaan (Disparbud).

Namun bila ditinjau dari per­kembangan agama Islam di Gu­melem, mengingat pada za­man pemerintahan Pa­nem­bah­an Senopati yang memerintah di kerajaan Mataram antara ta­huan 1586-1601, maka per­kembangan agama Islam telah ada sebelum abad 16. Se­hing­ga, tidak mustahil bila pada abad tersebut juga telah berdiri sebuah masjid. Diperkirakan, masjid tersebut juga dibangun oleh para wali, bahkan ada yang mengatakan bahwa ber­sa­maan dengan pembangunan masjid Agung Demak.

Menurut Takmir Masjid yang sekalgus imam masjid, Ahmad Hambali, selama masjid berdiri belum pernah dilakukan rehabilitasi total. Perbaikan-perbaikan yang dilakukan pada tahun 1986 hanya pada sarana dan prasarana pendukung seperti lantai, pintu, tempat wudlu, jendela.

Hingga kini masjid tersebut menjadi pusat kegiatan umat Islam, baik dari kalangan pemuda ataupun orang tua. Di samping sebagai tempat melaksanakan lima waktu secara berjama"ah, kegitan pengajian rutin juga dilakukan setiap satu kali dalam seminggu atau selapanan, yakni pada hari Rabu Pon.

Aktivitas ibadah di bulan Ramadan ini semakin meningkat. Kegiatan tadarus Alquran selalu menghiasi setelah taraweh. Sedangkan pada saat menjelang waktu berbuka puasa juga dilakukan pengajian hafalan Alquran oleh anak-anak dan pemuda setempat.

Kepala dusun setempat, Siswoyo menambahkan, sebagai masjid tertua di Kecamatan Susukan, Masjid Agung Gumelem memilik wibawa besar. Karena sering terjadi kegiatan tidak masuk akal yang membuat warga tidak berani berbuat sembarangan di dalam masjid. Warga percaya kalau masjid tersebut dijaga jin putih, sehingga bila ada yang berbuat sembarangan atau jail akan dikerjai oleh penunggunya. "Beberapa kali terjadi, ada orang yang dipindah ke halaman masjid karena tidur di tempat pengimaman atau berkata kotor saat di dalam masjid," ungkap dia.

Perdikan
Cikal bakal keberadaan masjid Jami At Takwa juga tidak lepas dari sejarah wilayah setempat. Sebelum ada masjid tersebut, Gumelem dikenal sebagai bekas daerah perdikan atau keputihan.

Di dalam buku Benda Cagar Budaya Kabupaten Banjarnegara yang diterbitkan Disparbud Banjarnegara tahun 2006, awal cerita di Gumelem terdapat tokoh agama yang sekaligus sebagai pendiri desa yaitu Kiai Hasan Bisri. Dia mempunyai dua orang anak bernama Jokonino dan Wirakusuma.

Pada pembrontakan Gunung Tidar, Wirakusuma ikut memberontak, sementara di lain pihak Jokonino diperintahkan diperintahkan untuk menumpas pemberontakan. Dalam peperangan tersebut, Wirakusuma mati. Tapi sebelum mati, Wirakusuma sempat mengatakan kepada Jokonino kalau mereka adalah saudaranya yang telah berpisah lama.

Di hadapan Raja Solo, Kiai Hasan Bisri tidak mengakui kalau Wirakusuma adalah anaknya, namun Jokonino mengatakan kalau Wirakusuma adalah kakaknya. Karena telah berbuat salah, Wirakusuma dipenggal kepalanya. Setelah pemenggalan kepala selesai, baru Kiai Hasan Bisri bersedia mengakuinya. Kepala Wirakusuma dimakamkan di Solo, sedangkan tubuhnya di Gumelem. Berkat jasanya menumpas pemberontak, Jokonino diberi hadiah tanah yang kini menjadi desa Gumelem. Setelah beberapa tahun, Masjid Besar Gumelem didirikan.
Merunut pada sejarah atau riwayat secara turun temurun di wilayah Kademangan Gumelem, dikenal beberapa istilah, yakni Pekuncen, Mijen, Pesantren dan Keputihan. Grumbul Kuncen karena dulunya merupakan tempat tinggal juru kunci makam dan masjid. Adapun grumbul Pesantren karena dulunya sering digunakan untuk menyebarkan Islam.

Lokasi Desa Gumelem Wetan dan Desa Gumelem Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara. Masjid Besar Kauman atau Masjid At Taqwa dibangun pada tahun 1670 oleh Nur Daiman (Anak dari Nur Sulaiman; yang membangun Masjid Agung Banyumas). Bangunan utama ditopang 4 saka guru yang berpenampang bulat. 12 tiang terdapat disekeliling saka guru. Keunikan dari Masjid At Taqwa adalah umpak yang berbentuk bejana, terbuat dari batu andesit. Di atas mihrab terdapat inskripsi dengan huruf arab pegon, tertulis pada usuk. Inskripsi serupa juga terdapat di atas pintu utama, namun menggunakan huruf jawa .

MESKIPUN dari si­si kemegahan ba­ngunan banyak yang menga­lah­kan, keberadaan Masjid Jami At Takwa atau yang se­ring disebut Masjid Agung Gumelem, Kecamatan Su­sukan tidak akan dilupakan orang. Selain berperan besar da­lam pengembangan agama Islam di Banjarnegara, masjid berukuran 12x20 meter yang berada di Dusun Kauman me­miliki sejumlah keunikan. Meski telah berusia lebih dari 300 tahun dan pilar-pilar uta­manya belum pernah di­ganti, namun hingga kini ma­sih berdiri kokoh. Dalam ba­ngunan utama terdapat empat sa­ka guru berpenampang bu­lat, sedang di sekelilingnya sa­ka guru terdapat 12 tiang ma­sih belum lapuk dimakan usia. Kesemuanya masih berdiri te­gak pada umpak sebagai alas ber­bentuk bejana atau periuk yang terbuat dari batu andesit.

Di atas mih­rab terdapat in­kri­psi dengan hu­ruf arab pegon yang ditulis pada usuk. Inkripsi serupa juga ter­da­pat di bagian atas pintu utama masjid, namun meng­gu­nakan huruf jawa. Sedang arti dari tulisan tersebut belum diketahui.

Karena itu, tidak menghe­ran­kan kalau bangunan yang didirikan sekitar tahun 1670 oleh Nur Daiman, adik kandung dari Nur Sulaiman yang membangun Masjid Nur Su­lai­man Banyumas termasuk da­lam aset bangunan cagar bu­daya di Kabupatan Ban­jar­ne­gara dan dilindungi oleh Dinas Pa­riwisata dan kebudayaan (Disparbud).

Namun bila ditinjau dari per­kembangan agama Islam di Gu­melem, mengingat pada za­man pemerintahan Pa­nem­bah­an Senopati yang memerintah di kerajaan Mataram antara ta­huan 1586-1601, maka per­kembangan agama Islam telah ada sebelum abad 16. Se­hing­ga, tidak mustahil bila pada abad tersebut juga telah berdiri sebuah masjid. Diperkirakan, masjid tersebut juga dibangun oleh para wali, bahkan ada yang mengatakan bahwa ber­sa­maan dengan pembangunan masjid Agung Demak.

Menurut Takmir Masjid yang sekalgus imam masjid, Ahmad Hambali, selama masjid berdiri belum pernah dilakukan rehabilitasi total. Perbaikan-perbaikan yang dilakukan pada tahun 1986 hanya pada sarana dan prasarana pendukung seperti lantai, pintu, tempat wudlu, jendela.

Hingga kini masjid tersebut menjadi pusat kegiatan umat Islam, baik dari kalangan pemuda ataupun orang tua. Di samping sebagai tempat melaksanakan lima waktu secara berjama"ah, kegitan pengajian rutin juga dilakukan setiap satu kali dalam seminggu atau selapanan, yakni pada hari Rabu Pon.

Aktivitas ibadah di bulan Ramadan ini semakin meningkat. Kegiatan tadarus Alquran selalu menghiasi setelah taraweh. Sedangkan pada saat menjelang waktu berbuka puasa juga dilakukan pengajian hafalan Alquran oleh anak-anak dan pemuda setempat.

Kepala dusun setempat, Siswoyo menambahkan, sebagai masjid tertua di Kecamatan Susukan, Masjid Agung Gumelem memilik wibawa besar. Karena sering terjadi kegiatan tidak masuk akal yang membuat warga tidak berani berbuat sembarangan di dalam masjid. Warga percaya kalau masjid tersebut dijaga jin putih, sehingga bila ada yang berbuat sembarangan atau jail akan dikerjai oleh penunggunya. "Beberapa kali terjadi, ada orang yang dipindah ke halaman masjid karena tidur di tempat pengimaman atau berkata kotor saat di dalam masjid," ungkap dia.

Perdikan
Cikal bakal keberadaan masjid Jami At Takwa juga tidak lepas dari sejarah wilayah setempat. Sebelum ada masjid tersebut, Gumelem dikenal sebagai bekas daerah perdikan atau keputihan.

Di dalam buku Benda Cagar Budaya Kabupaten Banjarnegara yang diterbitkan Disparbud Banjarnegara tahun 2006, awal cerita di Gumelem terdapat tokoh agama yang sekaligus sebagai pendiri desa yaitu Kiai Hasan Bisri. Dia mempunyai dua orang anak bernama Jokonino dan Wirakusuma.

Pada pembrontakan Gunung Tidar, Wirakusuma ikut memberontak, sementara di lain pihak Jokonino diperintahkan diperintahkan untuk menumpas pemberontakan. Dalam peperangan tersebut, Wirakusuma mati. Tapi sebelum mati, Wirakusuma sempat mengatakan kepada Jokonino kalau mereka adalah saudaranya yang telah berpisah lama.

Di hadapan Raja Solo, Kiai Hasan Bisri tidak mengakui kalau Wirakusuma adalah anaknya, namun Jokonino mengatakan kalau Wirakusuma adalah kakaknya. Karena telah berbuat salah, Wirakusuma dipenggal kepalanya. Setelah pemenggalan kepala selesai, baru Kiai Hasan Bisri bersedia mengakuinya. Kepala Wirakusuma dimakamkan di Solo, sedangkan tubuhnya di Gumelem. Berkat jasanya menumpas pemberontak, Jokonino diberi hadiah tanah yang kini menjadi desa Gumelem. Setelah beberapa tahun, Masjid Besar Gumelem didirikan.
Merunut pada sejarah atau riwayat secara turun temurun di wilayah Kademangan Gumelem, dikenal beberapa istilah, yakni Pekuncen, Mijen, Pesantren dan Keputihan. Grumbul Kuncen karena dulunya merupakan tempat tinggal juru kunci makam dan masjid. Adapun grumbul Pesantren karena dulunya sering digunakan untuk menyebarkan Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar