Senin, 10 Oktober 2011

MUSEUM KERETA API AMBARAWA


Museum Kereta Api Ambarawa adalah sebuah stasiun kereta api yang sekarang dialihfungsikan menjadi sebuah museum di Ambarawa, Jawa Tengah yang memiliki kelengkapan kereta api yang pernah berjaya pada zamannya. Salah satu kereta api uap dengan lokomotif nomor B 2502 dan B 2503 buatan Maschinenfabriek Esslingen sampai sekarang masih dapat menjalankan aktivitas sebagai kereta api wisata. Kereta api uap bergerigi ini sangat unik dan merupakan salah satu dari tiga yang masih tersisa di dunia. Dua di antaranya ada di Swiss dan India. Selain koleksi-koleksi unik tadi, masih dapat disaksikan berbagai macam jenis lokomotif uap dari seri B, C, D hingga jenis CC yang paling besar (CC 5029, Schweizerische Lokomotiv und Maschinenfabrik) di halaman museum.

Bangunan dan Lokasi

Ambarawa awalnya merupakan sebuah kota militer pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda. Raja Willem I memerintahkan untuk membangun stasiun kereta api baru yang memungkinkan pemerintah untuk mengangkut tentaranya ke Semarang. Pada 21 Mei 1873, stasiun kereta api Ambarawa dibangun di atas tanah 127.500 m². Pada awalnya dikenal sebagai Stasiun Willem I.[2]
Willem I Stasiun Kereta Api awalnya titik pengangkutan antara 8 ½ 4ft di (1435 mm) cabang rel dari Kedungjati di timur laut dan 3ft 6in (1067 mm) baris rel selanjutnya menuju Yogyakarta melalui Magelang dari arah selatan. Hal ini masih bisa terlihat bahwa kedua sisinya dibangun stasiun kereta api untuk mengakomodasi ukuran yang berbeda.[3]
Museum kereta api Ambarawa kemudian didirikan pada tanggal 6 Oktober 1976 di Stasiun Ambarawa untuk melestarikan lokomotif uap yang kemudian datang ke akhir masa pemanfaatan kembali ketika 3ft 6in (1067 mm) jalur rel kereta api dari Perusahaan Negara Kereta Api ditutup. Ini merupakan museum terbuka yang terdapat di samping stasiun asli.[3]

Jalur Kereta Api

Garis 1067mm yang menghubungkan stasiun Magelang dan Stasiun Willem I, stasiun yang sekarang museum.
Jalur rel 3ft 6in (1067 mm) terhadap Yogyakarta (membentang dari selatan ke barat melalui Ambarawa) merupakan yang menarik karena berisi Jambu dan Secang, satu-satunya yang masih beroperasi seperti di Jawa. Garis luar Bedono ini ditutup pada awal tahun 1970 setelah rusak akibat gempa sehingga sebagian besar lalu lintas kehilangan sebagian besar penumpang untuk bis di jalan paralel. Garis dari Kedungjati (dari timur yang awalnya dari Ambarawa) selamat ke pertengahan 1970-an tapi tidak terlihat lalu lintas yang sangat kecil di dekat akhir, paling tidak karena jauh lebih cepat untuk bepergian secara lebih langsung dengan jalan menuju Semarang. Kehadiran garis mungkin tidak banyak yang melalui lalu lintas dari Semarang ke Yogyakarta.[3]

Koleksi

Museum mengoleksi 21 lokomotif uap. Saat ini terdapat 4 lokomotif yang dapat dioperasikan. Koleksi yang lain dari museum adalah telepon antik, peralatan telegram morse, bel antik dan beberapa perabotan antik.[3]
Lokomotif Uap B2502, salah satu dari empat lokomotif yang masih aktif dan merupakan salah satu di antara tiga yang tersisa di dunia.
Beberapa lokomotif uap adalah 2 B25 B2502 0-4-2T / 3, yang dari armada asli dari 5 dipasok ke garis sekitar 100 tahun yang lalu (lokomotif ketiga (B2501) disimpan di sebuah taman di kota terdekat) E10 yang E1060 0-10-0T yang semula dikirimkan ke Sumatera Barat pada tahun 1960 untuk bekerja di kereta api batubara, tetapi kemudian dibawa ke Jawa, dan sebuah lokomotif konvensional 2-6-0T C1218 yang dikembalikan untuk dapat digunakan kembali pada tahun 2006.Namun,lokomotif E1060 dibawa pulang ke Padang untuk menjadi kereta wisata sedangkan lokomotif C1218 dibawa ke solo juga untuk kereta wisata.[3]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar