Sejarah
Sebelum tahun 1928 AH. Loedeboer, seorang pemburu kebangsaan Belanda yang memiliki daerah Konsesi perkebunan di Labuhan Merak dan Gunung Mesigit, pernah singgah di Baluran. Beliau telah menaruh perhatian dan meyakini bahwa Baluran mempunyai nilai penting untuk perlindungan satwa, khususnya jenis mamalia besar.Pada tahun 1930 KW. Dammerman yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya Bogor mengusulkan perlunya Baluran ditunjuk sebagai hutan lindung.
Pada tahun 1937 Gubernur Jenderal Hindia Belanda menetapkan Baluran sebagai Suaka Margasatwa dengan ketetapan GB. No. 9 tanggal 25 September 1937 Stbl. 1937 No. 544.
Pada masa pasca kemerdekaan, Baluran ditetapkan kembali sebagai [Suaka Margasatwa]] oleh Menteri Pertanian dan Agraria Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Nomor. SK/II/1962 tanggal 11 Mei 1962.
Pada tanggal 6 Maret 1980, bertepatan dengan hari Strategi Pelestarian se-Dunia, Suaka Margasatwa Baluran oleh menteri Pertanian diumumkan sebagai Taman Nasional.[2]
Luas Kawasan
Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 279/Kpts.-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 kawasan TN Baluran ditetapkan memiliki luas sebesar 25.000 Ha.Sesuai dengan peruntukkannya luas kawasan tersebut dibagi menjadi beberapa zona berdasarkan SK. Dirjen PKA No. 187/Kpts./DJ-V/1999 tanggal 13 Desember 1999 yang terdiri dari:[2]
- zona inti seluas 12.000 Ha.
- zona rimba seluas 5.537 ha (perairan = 1.063 Ha dan daratan = 4.574 Ha).
- zona pemanfaatan intensif dengan luas 800 Ha.
- zona pemanfaatan khusus dengan luas 5.780 Ha, dan zona rehabilitasi seluas 783 Ha.
Vegetasi
Taman Nasional ini memiliki sekitar 444 jenis tumbuhan dan di antaranya merupakan tumbuhan asli yang khas dan mampu beradaptasi dalam kondisi yang sangat kering. Tumbuhan khas tersebut adalah:- Widoro bukol (Ziziphus rotundifolia)
- Mimba (Azadirachta indica)
- Pilang (Acacia leucophloea)
- Asam jawa (Tamarindus indica)
- Gadung (Dioscorea hispida)
- Kemiri (Aleurites moluccana)
- Gebang (Corypha utan)
- Api-api (Avicennia sp.)
- Kendal (Cordia obliqua)
- Salam (Syzygium polyanthum)
- Kepuh (Sterculia foetida)
Satwa
Di Taman Nasional ini terdapat 26 jenis mamalia, di antaranya adalah:- Banteng (Bos javanicus javanicus)
- Kerbau liar (Bubalus bubalis)
- Ajag (Cuon alpinus javanicus)
- Kijang (Muntiacus muntjak muntjak)
- Rusa (Cervus timorensis russa)
- Macan tutul (Panthera pardus melas)
- Kancil (Tragulus javanicus pelandoc)
- Kucing bakau (Prionailurus viverrinus)
Selain itu, terdapat sekitar 155 jenis burung, di antaranya termasuk burung langka seperti:
- Layang-layang api (Hirundo rustica)
- Tuwuk asia (Eudynamys scolopacea)
- Burung merak (Pavo muticus)
- Ayam hutan merah (Gallus gallus)
- Kangkareng (Anthracoceros convecus)
- Burung rangkong (Buceros rhinoceros)
- bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus)
- Batangan. Di sini terdapat peninggalan sejarah berupa goa Jepang, makam putra Maulana Malik Ibrahim, atraksi tarian burung merak pada musim kawin (antara bulan Oktober/November) dan berkemah. Fasilitas yang ada di sini antara lain pusat informasi dan bumi perkemahan.
- Bekol dan Semiang. Di sini terdapat fasilitas pengamatan satwa seperti ayam hutan, merak, rusa, kijang, banteng, kerbau liar, dan burung. Fasilitas yang adadi sini antara lain wisma peneliti, wisma tamu, dan menara pandang.
- Bama, Balanan, dan Bilik. Di sini merupakan lokasi wisata bahari, lokasi memancing, menyelam/snorkeling, dan atraksi perkelahian antar rusa jantan (pada bulan Juli/Agustus) dan atraksi kawanan kera abu-abu yang memancing kepiting/rajungan dengan ekornya pada saat air laut surut.
- Manting, dan Air Kacip. Di sini terdapat sumber air yang tidak pernah kering sepanjang tahun, dan merupakan habitat macan tutul.
- Popongan, Sejile, Sirontoh, Kalitopo. Di sini terdapat fasilitas untuk naik sampan di laut yang tenang, melihat berbagai jenis ikan hias, dan lokasi pengamatan burung migran.
- Curah Tangis. Di sini terdapat fasilitas untuk kegiatan panjat tebing dengan tinggi 10-30 meter, dan kemiringan sampai 85%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar