Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia mengusulkan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) ke UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia (WBTD) pada 2012 ini. Kiranya TMII juga dapat menyusul angklung, keris dan batik yang telah terpilih lebih dulu. Pasalnya, dalam areal seluas kurang lebih 150 hektar itu telah didirikan berbagai sarana observasi budaya, serta diadakan berbagai aneka kesenian, budaya, dan upacara adat dari daerah-daerah yang tentu saja sangat mengedukasi masyarakat. Belum lagi terdapat sarana rekreasi seperti kereta gantung, Istana Anak-anak Indonesia, kolam renang Snow Bay, teater Imax Keong Mas, dan lainnya, yang semakin melengkapi keberadaan TMII.
Sejak diresmikan tanggal 20 April 1975 oleh Alm. Ibu Tien Soeharto, TMII terus mengalami perkembangan. Kini telah terdapat 33 anjungan daerah, 15 museum, serta 10 taman yang juga berfungsi sebagai sarana konservasi. Semua fasilitas tersebut dapat dinikmati hanya dengan harga tiket Rp9.000 per orang untuk memasuki areal TMII, serta harga tiket yang relatif murah untuk memasuki objek kunjungan di dalam areal tersebut. Banyaknya fasilitas yang tersedia dengan harga yang terjangkau menjadikan TMII sebagai wahana edukasi dan rekreasi yang menarik di wilayah Jakarta Timur. Pada musim liburan sekolah, TMII kerap kali menjadi tujuan karya wisata rombongan siswa dari berbagai daerah.
TMII telah berperan sebagai kawasan wisata yang melestarikan budaya bangsa. Selama 37 tahun eksistensinya, TMII tidak hanya mempertontonkan benda mati yang dipajang di museum atau anjungan daerah, tetapi juga telah menampilkan 650 tarian dan 300 upacara adat dari seluruh nusantara. Pagelaran wayang semalam suntuk serta berbagai parade kesenian tradisional juga menjadi bukti upaya untuk tetap melestarikan pernak-pernik ciri khas bangsa kita. Selain itu, adanya wahana-wahana seperti Taman Burung, Taman Flora, Taman Reptil, dan Taman Aquarium Air Tawar juga menambah pengetahuan tentang keanekaragaman hayati di negeri kita.
Pengelola TMII perlu meninjau kembali pada segi wahana rekreasi. Seorang ibu dalam milis Balita -Anda mengatakan bahwa harga tiket Kolam Renang Snow Bay dirasa terlalu mahal, yaitu Rp120.000,00 pada hari libur. Harga tersebut dirasa tidak sebanding dengan kebersihan, kenyamanan lokasi, kamar mandi dan tempat penitipan barang. Water park yang berkonsep gunung salju tersebut dibangun dengan biaya Rp120 miliar dengan melibatkan investor dari Korea. Ditinjau dari segi bisnis, wahana ini menjadi inovasi baru yang menarik perhatian pengunjung. Akan tetapi dilihat dari segi pelestarian budaya, konsep Snow Bay rasanya ‘kurang Indonesia’.
Wahana lain yang banyak diminati adalah Teater Imax Keong Emasas. Teater yang menampilkan film-film bernuansa kebudayaan dan lingkungan hidup tersebut sanggup menarik 2.000 pengunjung per hari pada musim liburan. Wikipedia menyebutkan bahwa Teater Imax pernah menayangkan film box office seperti Harry Potter and The Prisoner of Azkaban dan Spiderman 2, padahal kedua film tersebut tidak sejalan dengan konsep TMII sebagai wahana pelestari budaya. Sarana rekreasi bercitra modern seperti Snow Bay dan Teater Imax memang membantu meningkatkan jumlah pengunjung, namun tak lantas membantu meramaikan anjungan-anjungan daerah. Kabarnya, Museum Indonesia dan Museum Komodo yang mempertontonkan karakter bangsa justru menjadi wahana paling sepi pada masa liburan tahun baru 2012 lalu.
Seiring kemajuan zaman, agaknya perlu dilakukan sejumlah perbaikan pada beberapa museum. Ketika mengunjungi Museum Komodo, penulis merasa bahwa kondisi museum kurang terang, aroma kurang sedap yang tersebar di dalam ruangan museum pun membuat pengunjung enggan berlama-lama. Selain itu, penataan ulang pernak-pernik museum juga perlu dilakukan. Penyajian penjelasan dengan sentuhan teknologi mungkin akan meningkatkan minat pengunjung untuk mempelajari aneka jenis satwa yang ditampilkan di museum tersebut. Untuk meramaikan Museum Indonesia, bisa dilakukan dengan mengadakan semacam Festival Budaya. Misalnya demo memasak dengan peralatan masak tradisional, demo pembuatan perhiasan adat, atau kegiatan lainnya yang dapat memicu rasa penasaran pengunjung tentang benda-benda yang terpajang dalam museum. Museum Transportasi yang tergolong luas, tertata rapi dan bersih. Namun ketiadaan petunjuk arah dapat membuat pengunjung bingung untuk keluar-masuk areal museum tersebut. Di samping itu, hamper setiap museum dan anjungan sepertinya belum memperhatikan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Padahal, penyandang disabilitas seperti pengguna kursi roda maupun disabilitas lainnya juga berhak menimba ilmu di TMII.
Bukanlah hal mudah untuk mempertahankan kebudayaan tradisional, apalagi di era globalisasi yang menuntut modernisasi. Pengelola TMII harus dapat lebih kreatif dalam mempromosikan benda-benda yang terpajang pada museum. Misalnya dengan lebih sering mengadakan kegiatan di halaman sebuah museum, serta menambah sentuhan teknologi pada ruang-ruang pameran supaya penyajian penjelasan terasa lebih menarik dan tidak membosankan. Selain itu alangkah baiknya jika TMII dapat lebih konsisten untuk menciptakan suasana yang ‘lebih Indonesia’, dengan mendirikan bangunan bernuansa Indonesia modern pada areal rekreasi seperti bioskop maupun kolam renang. Sebut saja Museum Purna Bakti Pertiwi yang bentuk bangunannya menyerupai nasi tumpeng, merupakan kreasi modern yang tetap mencerminkan citra Indonesia. Inovasi-inovasi pada pertunjukan serta anjungan-anjungan adat pun perlu dilakukan untuk lebih menarik minat masyarakat terhadap budaya asli Indonesia. Misalnya dengan mengadakan pertandingan permainan tradisional, menantang wisatawan asing memasak masakan daerah, lomba rias pengantin dan sebagainya.
Pemilihan Warisan Budaya Takbenda Dunia (WBTD) bertujuan untuk menunjukkan nilai dari sebuah kebudayaan, serta menguji komitmen negara-negara bersangkutan untuk mempromosikan dan melindungi budayanya. Elemen-elemen yang termasuk di dalam budaya takbenda di antaranya adalah bahasa, sastra, musik dan tari, permainan dan olahraga, tradisi kuliner, ritual dan mitologi, pengetahuan dan praktik-praktik sehubungan dengan ilmu pengetahuan alam dan teknologi, teknik tradisional dalam pembuatan kerajinan tangan, dan bangunan-bangunan adat. Jika diperhatikan, unsur-unsur tersebut memang telah lengkap ditampilkan di TMII, sehingga tidak salah jika TMII diikutsertakan dalam pemilihan WBTD untuk nominasi best practices, yakni cara-cara terbaik dalam pelestarian kebudayaan.
Agar TMII dapat terpilih, masyarakat pun perlu turut berperan dengan meramaikan anjungan-anjungan daerah, menghadiri pertunjukan-pertunjukan tradisional, tidak merusak fasilitas-fasilitas yang ada, serta turut menjaga kebersihan seluruh areal TMII. Semoga TMII dapat terpilih dalam nominasi WBTD katagori Best Practices oleh UNESCO. Dengan demikian komplek wisata yang merupakan miniatur Indonesia dari Sabang sampai Merauke tersebut akan semakin dikenal di mancanegara. Hal ini akan meningkatkan kecintaan dan semangat pemerintah dan masyarakat untuk menjaga kelestarian budaya lokal. Bagaimanapun, nilai-nilai budaya yang luhur juga merupakan salah satu identitas bangsa di mata dunia.*
Sejak diresmikan tanggal 20 April 1975 oleh Alm. Ibu Tien Soeharto, TMII terus mengalami perkembangan. Kini telah terdapat 33 anjungan daerah, 15 museum, serta 10 taman yang juga berfungsi sebagai sarana konservasi. Semua fasilitas tersebut dapat dinikmati hanya dengan harga tiket Rp9.000 per orang untuk memasuki areal TMII, serta harga tiket yang relatif murah untuk memasuki objek kunjungan di dalam areal tersebut. Banyaknya fasilitas yang tersedia dengan harga yang terjangkau menjadikan TMII sebagai wahana edukasi dan rekreasi yang menarik di wilayah Jakarta Timur. Pada musim liburan sekolah, TMII kerap kali menjadi tujuan karya wisata rombongan siswa dari berbagai daerah.
TMII telah berperan sebagai kawasan wisata yang melestarikan budaya bangsa. Selama 37 tahun eksistensinya, TMII tidak hanya mempertontonkan benda mati yang dipajang di museum atau anjungan daerah, tetapi juga telah menampilkan 650 tarian dan 300 upacara adat dari seluruh nusantara. Pagelaran wayang semalam suntuk serta berbagai parade kesenian tradisional juga menjadi bukti upaya untuk tetap melestarikan pernak-pernik ciri khas bangsa kita. Selain itu, adanya wahana-wahana seperti Taman Burung, Taman Flora, Taman Reptil, dan Taman Aquarium Air Tawar juga menambah pengetahuan tentang keanekaragaman hayati di negeri kita.
Pengelola TMII perlu meninjau kembali pada segi wahana rekreasi. Seorang ibu dalam milis Balita -Anda mengatakan bahwa harga tiket Kolam Renang Snow Bay dirasa terlalu mahal, yaitu Rp120.000,00 pada hari libur. Harga tersebut dirasa tidak sebanding dengan kebersihan, kenyamanan lokasi, kamar mandi dan tempat penitipan barang. Water park yang berkonsep gunung salju tersebut dibangun dengan biaya Rp120 miliar dengan melibatkan investor dari Korea. Ditinjau dari segi bisnis, wahana ini menjadi inovasi baru yang menarik perhatian pengunjung. Akan tetapi dilihat dari segi pelestarian budaya, konsep Snow Bay rasanya ‘kurang Indonesia’.
Wahana lain yang banyak diminati adalah Teater Imax Keong Emasas. Teater yang menampilkan film-film bernuansa kebudayaan dan lingkungan hidup tersebut sanggup menarik 2.000 pengunjung per hari pada musim liburan. Wikipedia menyebutkan bahwa Teater Imax pernah menayangkan film box office seperti Harry Potter and The Prisoner of Azkaban dan Spiderman 2, padahal kedua film tersebut tidak sejalan dengan konsep TMII sebagai wahana pelestari budaya. Sarana rekreasi bercitra modern seperti Snow Bay dan Teater Imax memang membantu meningkatkan jumlah pengunjung, namun tak lantas membantu meramaikan anjungan-anjungan daerah. Kabarnya, Museum Indonesia dan Museum Komodo yang mempertontonkan karakter bangsa justru menjadi wahana paling sepi pada masa liburan tahun baru 2012 lalu.
Seiring kemajuan zaman, agaknya perlu dilakukan sejumlah perbaikan pada beberapa museum. Ketika mengunjungi Museum Komodo, penulis merasa bahwa kondisi museum kurang terang, aroma kurang sedap yang tersebar di dalam ruangan museum pun membuat pengunjung enggan berlama-lama. Selain itu, penataan ulang pernak-pernik museum juga perlu dilakukan. Penyajian penjelasan dengan sentuhan teknologi mungkin akan meningkatkan minat pengunjung untuk mempelajari aneka jenis satwa yang ditampilkan di museum tersebut. Untuk meramaikan Museum Indonesia, bisa dilakukan dengan mengadakan semacam Festival Budaya. Misalnya demo memasak dengan peralatan masak tradisional, demo pembuatan perhiasan adat, atau kegiatan lainnya yang dapat memicu rasa penasaran pengunjung tentang benda-benda yang terpajang dalam museum. Museum Transportasi yang tergolong luas, tertata rapi dan bersih. Namun ketiadaan petunjuk arah dapat membuat pengunjung bingung untuk keluar-masuk areal museum tersebut. Di samping itu, hamper setiap museum dan anjungan sepertinya belum memperhatikan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Padahal, penyandang disabilitas seperti pengguna kursi roda maupun disabilitas lainnya juga berhak menimba ilmu di TMII.
Bukanlah hal mudah untuk mempertahankan kebudayaan tradisional, apalagi di era globalisasi yang menuntut modernisasi. Pengelola TMII harus dapat lebih kreatif dalam mempromosikan benda-benda yang terpajang pada museum. Misalnya dengan lebih sering mengadakan kegiatan di halaman sebuah museum, serta menambah sentuhan teknologi pada ruang-ruang pameran supaya penyajian penjelasan terasa lebih menarik dan tidak membosankan. Selain itu alangkah baiknya jika TMII dapat lebih konsisten untuk menciptakan suasana yang ‘lebih Indonesia’, dengan mendirikan bangunan bernuansa Indonesia modern pada areal rekreasi seperti bioskop maupun kolam renang. Sebut saja Museum Purna Bakti Pertiwi yang bentuk bangunannya menyerupai nasi tumpeng, merupakan kreasi modern yang tetap mencerminkan citra Indonesia. Inovasi-inovasi pada pertunjukan serta anjungan-anjungan adat pun perlu dilakukan untuk lebih menarik minat masyarakat terhadap budaya asli Indonesia. Misalnya dengan mengadakan pertandingan permainan tradisional, menantang wisatawan asing memasak masakan daerah, lomba rias pengantin dan sebagainya.
Pemilihan Warisan Budaya Takbenda Dunia (WBTD) bertujuan untuk menunjukkan nilai dari sebuah kebudayaan, serta menguji komitmen negara-negara bersangkutan untuk mempromosikan dan melindungi budayanya. Elemen-elemen yang termasuk di dalam budaya takbenda di antaranya adalah bahasa, sastra, musik dan tari, permainan dan olahraga, tradisi kuliner, ritual dan mitologi, pengetahuan dan praktik-praktik sehubungan dengan ilmu pengetahuan alam dan teknologi, teknik tradisional dalam pembuatan kerajinan tangan, dan bangunan-bangunan adat. Jika diperhatikan, unsur-unsur tersebut memang telah lengkap ditampilkan di TMII, sehingga tidak salah jika TMII diikutsertakan dalam pemilihan WBTD untuk nominasi best practices, yakni cara-cara terbaik dalam pelestarian kebudayaan.
Agar TMII dapat terpilih, masyarakat pun perlu turut berperan dengan meramaikan anjungan-anjungan daerah, menghadiri pertunjukan-pertunjukan tradisional, tidak merusak fasilitas-fasilitas yang ada, serta turut menjaga kebersihan seluruh areal TMII. Semoga TMII dapat terpilih dalam nominasi WBTD katagori Best Practices oleh UNESCO. Dengan demikian komplek wisata yang merupakan miniatur Indonesia dari Sabang sampai Merauke tersebut akan semakin dikenal di mancanegara. Hal ini akan meningkatkan kecintaan dan semangat pemerintah dan masyarakat untuk menjaga kelestarian budaya lokal. Bagaimanapun, nilai-nilai budaya yang luhur juga merupakan salah satu identitas bangsa di mata dunia.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar