Ilustrasi (Foto: dok okezone)
WASHINGTON - Di masa ini, kita beruntung karena bisa terhindar dari efek buruk badai Matahari. Di masa depan nanti, mungkin saja kita bisa memanfaatkan energi itu untuk memproduksi listrik.
Diwartakan Softpedia, Senin (26/3/2012), antara 8 sampai 10 Maret lalu, bagian atas atmosfer yang melindungi Bumi dari radiasi Matahari menerima energi listrik. Besarnya energi yang diperoleh dari ledakan Matahari (solar flare) dan coronal mass ejection tersebut, diperkirakan cukup untuk menghidupi listrik di seluruh New York selama dua tahun.
Para ahli astronomi mempelajari fenomena ini dengan berbagai tujuan. Salah satunya adalah menemukan alasan bagaimana pengaruh Matahari membuat Bumi bisa dihuni.
Pengukuran ini dilakukan dengan alat Sounding of the Atmosphere using Broadband Emission Radiometry (SABER), yang ada di satelit Thermosphhere Ionosphere Mesosphere Energetics and Dynamics (TIMED) milik NASA.
TIMED digunakan untuk penelitian baru itu karena para fisikawan Matahari telah mendeteksi pelepasan ledakan matahari tingkat X5 pada 6 Maret lalu. Dua hari kemudian, partikel awan yang dilepaskannya menghantam atmosfer Bumi, menghasilkan aurora yang menakjubkan.
"Lapisan thermosphere menyala layaknya pohon Natal. Lapisan tersebut mulai menyala dengan intensif pada panjang gelombang infra merah, seiring masuknya efek thermostat," terang James Russel, ahli dan peneliti SABER dari Hampton University.
"Sayangnya, belum ada solusi nyata untuk memanen energi jenis ini. Bentuknya sangat menyebar dan jauh dari jangkauan permukaan Bumi. Ditambah lagi, sebagian besar energi tersebut dikirim kembali ke luar angkasa," tambah Martin Mlynczak, ahli antariksa dari NASA Langley Research Center (LRC).(fmh)
Diwartakan Softpedia, Senin (26/3/2012), antara 8 sampai 10 Maret lalu, bagian atas atmosfer yang melindungi Bumi dari radiasi Matahari menerima energi listrik. Besarnya energi yang diperoleh dari ledakan Matahari (solar flare) dan coronal mass ejection tersebut, diperkirakan cukup untuk menghidupi listrik di seluruh New York selama dua tahun.
Para ahli astronomi mempelajari fenomena ini dengan berbagai tujuan. Salah satunya adalah menemukan alasan bagaimana pengaruh Matahari membuat Bumi bisa dihuni.
Pengukuran ini dilakukan dengan alat Sounding of the Atmosphere using Broadband Emission Radiometry (SABER), yang ada di satelit Thermosphhere Ionosphere Mesosphere Energetics and Dynamics (TIMED) milik NASA.
TIMED digunakan untuk penelitian baru itu karena para fisikawan Matahari telah mendeteksi pelepasan ledakan matahari tingkat X5 pada 6 Maret lalu. Dua hari kemudian, partikel awan yang dilepaskannya menghantam atmosfer Bumi, menghasilkan aurora yang menakjubkan.
"Lapisan thermosphere menyala layaknya pohon Natal. Lapisan tersebut mulai menyala dengan intensif pada panjang gelombang infra merah, seiring masuknya efek thermostat," terang James Russel, ahli dan peneliti SABER dari Hampton University.
"Sayangnya, belum ada solusi nyata untuk memanen energi jenis ini. Bentuknya sangat menyebar dan jauh dari jangkauan permukaan Bumi. Ditambah lagi, sebagian besar energi tersebut dikirim kembali ke luar angkasa," tambah Martin Mlynczak, ahli antariksa dari NASA Langley Research Center (LRC).(fmh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar