ilustrasi (foto : Google)
NAGOYA - Scam atau penipuan yang melalui ponsel genggam bisa berakibat fatal. Mengatasi hal tersebut, para peneliti dari Nagoya University bersama Fujitsu telah mengembangkan perangkat lunak detektor penipuan untuk ponsel.
Diwartakan Extreme Tech, Minggu (25/3/2012), dalam mendeteksi phising (bayangkan antivirus palsu atau penipuan dari Nigeria) serta penipuan serupa, perangkat lunak yang bekerja di ponsel genggam tersebut diklaim memiliki tingkat kesuksesan 90 persen.
Akurasi tingkat tinggi itu dicapai dengan melalui dua sudut. Pertama dengan mengidentifikasi penipuan via telepon yang sebenarnya. Para peneliti menemukan dua kata kunci yang umum, seperti "balas budi" atau "kompensasi". Menggunakan perangkat lunak voice recognition, kata kunci tersebut dipindai dari percakapan penelepon.
Kedua adalah mendeteksi rasa percaya berlebih dalam suara korban. Dasarnya, seseorang yang sedang tertekan lebih mudah ditipu. Para penipu memanfaatkan ini dengan memakai kata-kata yang menekan. Misalnya, "komputer Anda penuh virus" atau "saudara jauh Anda telah meninggal". Melalui analisa terhadap nada serta volume suara, saat-saat korban terlalu percaya pada orang yang menelepon bisa diketahui.
Jika suatu penipuan terdeteksi, korban akan diperingatkan. Begitu juga halnya dengan keluarga atau pihak ketiga (seperti polisi).
Kini, perangkat lunak tersebut sedang menuju tahap pengujian di kejadian nyata. Perangkat lunak yang bisa disematkan ke ponsel cerdas apapun itu, menurut Fujitsu, akan mengabaikan kata-kata yang tidak dimuat dalam daftarnya. Ini berarti percakapan di telepon tidak direkam atau dikirim ke mana pun. Selain itu, ketimbang mengandalkan kata-kata, deteksi rasa percaya berlebih hanya menganalisa gelombang suara penggunannya. (fmh)
Diwartakan Extreme Tech, Minggu (25/3/2012), dalam mendeteksi phising (bayangkan antivirus palsu atau penipuan dari Nigeria) serta penipuan serupa, perangkat lunak yang bekerja di ponsel genggam tersebut diklaim memiliki tingkat kesuksesan 90 persen.
Akurasi tingkat tinggi itu dicapai dengan melalui dua sudut. Pertama dengan mengidentifikasi penipuan via telepon yang sebenarnya. Para peneliti menemukan dua kata kunci yang umum, seperti "balas budi" atau "kompensasi". Menggunakan perangkat lunak voice recognition, kata kunci tersebut dipindai dari percakapan penelepon.
Kedua adalah mendeteksi rasa percaya berlebih dalam suara korban. Dasarnya, seseorang yang sedang tertekan lebih mudah ditipu. Para penipu memanfaatkan ini dengan memakai kata-kata yang menekan. Misalnya, "komputer Anda penuh virus" atau "saudara jauh Anda telah meninggal". Melalui analisa terhadap nada serta volume suara, saat-saat korban terlalu percaya pada orang yang menelepon bisa diketahui.
Jika suatu penipuan terdeteksi, korban akan diperingatkan. Begitu juga halnya dengan keluarga atau pihak ketiga (seperti polisi).
Kini, perangkat lunak tersebut sedang menuju tahap pengujian di kejadian nyata. Perangkat lunak yang bisa disematkan ke ponsel cerdas apapun itu, menurut Fujitsu, akan mengabaikan kata-kata yang tidak dimuat dalam daftarnya. Ini berarti percakapan di telepon tidak direkam atau dikirim ke mana pun. Selain itu, ketimbang mengandalkan kata-kata, deteksi rasa percaya berlebih hanya menganalisa gelombang suara penggunannya. (fmh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar