Minggu, 25 Maret 2012

Mood Online Bisa Prediksi Naiknya Pengangguran?

detail berita
ilustrasi (foto : Google)
JAKARTA - Sepintas dilihat, mood online di suatu negara tentu tidak ada hubungannya dengan bertambahnya jumlah pengangguran. Namun, perusahaan TI SAS bersama dengan United Nation Global Pulse, ternyata menilai bahwa kedua hal tersebut saling berhubungan.

SAS dan United Nation Global Pulse mempelajari bahwa obrolan dan sentimen pembicaraan dalam media sosial, bisa berfungsi sebagai peringatan tentang meningkatnya jumlah pengangguran. Ini dapat menginformasikan pembuat kebijakan soal akibat yang mungkin terjadi.

Menganalisa setengah juta blog, forum dan situs pemberitaan, kemudian SAS Social Media Analitycs dan SAS Text Miner memeriksa data media sosial sepanjang dua tahun dari Amerika dan Irlandia. Selanjutnya data itu dipakai sebagai referensi pengangguran serta bagaimana cara orang-orang mengatasinya.

SAS membandingkan nilai mood dan volume percakapan dengan statistik pengangguran resmi. Melalui perbandingan itu, akan terlihat apakah tren kenaikan di atas normal pada topik tersebut merupakan indikator lonjakan pengangguran.

Analisis tersebut menunjukkan bahwa meningkatnya obrolan tentang pemotongan belanja, penggunaan transportasi publik dan penggantian kendaraan ke jenis yang lebih murah memang bisa memprediksi meningkatnya pengangguran.

Di Amerika Serikat, meningkatnya mood permusuhan atau depresi terjadi empat bulan sebelum meningkatnya pengangguran. Meningkatnya obrolan tentang rasa cemas di Irlandia berhubungan dengan meningkatnya pengangguran lima bulan kemudian.

Meningkatnya obrolan yang bernada kebingungan mendahului peningkatan tiga bulan kemudian. Sedangkan obrolan bernada percaya diri menunjukkan berkurangnya pengangguran, dua bulan kemudian. Sebuah dashboard menampilkan hasil, meliputi tren, sampai mood para pengangguran yang diekspresikan dalam sosial media. Mood berubah setiap saat, dan mengarahkan serta memperlambat indikator syok pengangguran.

“Sosial media dan isi internet seperti surat dan panggilan telepon yang selalu menginformasikan organisasi. Hanya saja saat ini bentuknya digital, bersifat publik dan skala besar. “Harta” yang belum tersentuh itu dapat memberikan feedback secara real-time untuk kebijakan, meningkatkan keselamatan publik, meningkatkan hubungan warga negara dan mendukung penelitian sosiologi yang penting,” kata I-sah Hsieh, Global Manager, International Development, SAS melalui keterangan resminya, Rabu (21/3/2012).

“Akan tetapi Anda memerlukan teknologi yang dapat menganalisa teks mentah untuk sinyal tersembunyi dan sentimen, menangani jumlah data yang sangat banyak dan menunjukkan analisis prediktif," tambahnya. (fmh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar